Selasa, 26 November 2013

Konsep Hidup

Sejak tinggal di pondok, aku belajar banyak hal. Pertama kali, ketika hujan turun malam itu, telah kubulatkan tekad. Dari Kudus, berbekal bismillah, semoga Allah memberi kekuatan. Masih kuingat betul, malam itu sekitar pukul 10 malam aku sampai di pondok. Dengan menenteng dua tas besar, aku susah payah naik ke lantai atas (waktu itu aku belum ikut menyebutnya bambu atas). Seorang santri menyambutku dan membantuku. Hujan masih turun.
Begitu kubuka kamar yang beberapa waktu sebelum aku pulang ke Kudus telah kubersihkan dan barang-barangku telah kutata, malam itu aku ingin menangis. Belum genap benar pintu kubuka. Selonjor kaki menghalangi pintu. Seorang perempuan kurus kecil tidur berselimut kain tepat di dekat pintu. Wilayah di samping kanan-kirinya dipenuhi tetesan air hujan. Bukunya berserakan. Aku sedih. Satu pelajaran, di pondok memang tirakat.
Beberapa waktu setelah itu, aku harus senantiasa mengelus dada. Banyak sekali karakter-karakter yang mengharuskanku untuk mengalah. Pelajaran selanjutnya adalah sabar. Tidak ada permusuhan di antara sesama santri. Meski terkadang jengkel, hal itu tidak perlu dilanjutkan, bahkan jika sampai melebihi 3 hari dilaknat oleh Allah.
Sistem di pondok adalah makan bersama sekali, yaitu di waktu sore. Berkali-kali dari kuliah, lelah setelah ngontel sepeda dari kampus, sudah membayangkan lezatnya makanan, ternyata di pondok tidak ada makanan. Harus keluar lagi untuk mencari atau seringnya menunggu usai isya' baru bisa keluar mencari makan. Pelajaran dalam kasus itu adalah menerima dengan ikhlas.
Pelajaran terakhir ini sebenarnya kunci dari semuanya. Dengan ikhlas, kotornya hati akan edikit terkurangi. Syukur-syukur bisa dibersihkan. Menerima adalah hal paling sulit.
Di pondok ini, pelajaran terpentingku adalah menerima. Menerima ketika diperintah Kyai/Bu Yai, menerima hidup sengsara (tirakat) untuk kebahagiaan yang lebih hakiki. Menerima disalahkan, meski benar, untuk menghindari perdebatan. Menerima apa adanya.
Hidup di dunia ini tidak boleh ngoyo. Apa yang diberikan Allah adalah yang terbaik untuk kita. Akan tetapi, sering kita tidak menyadari sehingga yang terlihat adalah pemberian Tuhan yang kurang bermanfaat. Padahal, tidak ada hal yang sia-sia yang diciptakan Allah. Bahkan, semut pun tidak sia-sia.
Menerima ketika rizqi dari Allah baru sejumlah tersebut. Puasa tiap hari bahkan kujalani, agar tidak boros jajan. Bagiku, pesta makanan adalah ketika matahari mulai terbenam dan adzan magrib dikumandangkan.
Sempat bingung juga ketika ditanya puasa Senin-Kamis atau puasa Dawud karena aku selama seminggu terakhir ini aku puasa setiap hari. Dengan puasa, aku lebih terjaga kestabilan emosinya, selalu ingat ibadah, selalu ingat kebaikan dan ketakutan terhadap azab Allah selalu muncul tiba-tiba. Selain itu, memang karena aku sedang tidak punya uang yang cukup sehingga aku harus berhemat dengan cara puasa.
Dengan menerima, Allah semakin banyak membukakan jalan untuk kita
Wallahu alam bis shawab.

Senin, 18 November 2013

Pondok Kami

Pohon rambutan di depan pondok kami belum berbuah. Hanya ada buah kecil-hijau yang segera jatuh, belum sempat masak. Anyaman pondok yang kami tinggali masih membawa angin, setiap malam, mengantarkan dingin, menusuk sumsum. Kami masih tertawa, kami masih saling bercanda, meski kami sebenarnya berduka.
Beberapa malam yang lalu, kami berkumpul. Sebuah aula beratap tinggi, berwarna dominan hijau, berpapan tulis seadanya dan beralas tikar. Kami membicarakan duka kami yang selama ini tidak terasa, atau mungkin sengaja tak dirasa agar tak bertambah duka nestapa.
Bangunan yang kami tinggali, ternyata sebuah kontrakan. Bertahun-tahun telah ditangguhkan pembayarannya. Bukan karena tak mau, tapi tak bisa. Seperiode lagi, 3 tahun, kami harus melunasinya. Seseorang dari kami menyebut nominal sekitar 1 miliar. Membayangkan saja tak mungkin, apalagi jika harus mencarinya.
Mulut kamisegera bungkam, tawa lepas kami hilang. Kami masih ingin mengaji di tempat nyaman ini. Sebuah rumah bambu, berdinding gedek dan beralas bambu. Meski angin selalu mengintip lalu menerobos kulit kami, tidak jadi masalah asal kami tetap bisa belajar, belajar tentang kehidupan.
Satu per satu kepala mengeluarkan ide-ide. Apa yang bisa dilakukan agar kami mendapatkan dana sekian. Kami mulai berpikir dan.... kami tiba-tiba melankolis.
Apa yang terjadi jika kami tidak bisa mendapatkan uang tersebut. Kami akan tinggal di mana lagi? Kami akan berlatih hadroh di mana? Di mana kami akan tertawa, saling tindih, berhimpitan saat tidur, dan mengaji. Mungknin, kami terlalu berlebihan. Tapi, itulah perasaan. Selalu berlebihan. Mendahului logika dan aturan.
Kami mencari link ke mana saja dan tiap hari kami dipusingkan perihal sistem yang membelitkan.
Tapi, kami percaya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang meminta pertolongan-Nya.

Hari ini, kami masih mengaji. Sholat berjamaah. Belajar bersama. Tidur berselimut dingin. Kami masih yakin.. Bantuan Allah selalu datang di saat yang tepat. Allah membersamai pondok kami. Doa kami pasti didengar dan dikabulkan-Nya.

Saat hujan, di bawah atap bambu atas pondok.

Rabu, 23 Oktober 2013

Ya, Itu Tempat Tinggal Saya

Malam ini, aku sudah sangat rindu masa-masa kelamku. Ya, orang kadang merindukan masa yang indah-indah, tapi tidak denganku. Bagiku, masa kelam itu adalah bukti nyata bahwa aku pernah gila.
Sekali lagi, iya. Aku bangga pernah menjadi gila.
Harus kuakui. Aku merindukan saat itu. Tertawa lepas bersama kawan tentang berbagai kebodohan kami, menertawakan kesedihan kami, menyanyikan bersama amarah kami.

Malam ini, aku kembali berpegang tangan, mencoba melepas semua beban.
Mungkin, banyak orang yang lebih baik dan lebih hebat. Orang yang dapat melakukan yang lebih banyak dibanding yang pernah kulakukan mungkin akan berpikir bahwa aku hanya pengeluh (baca: orang yang suka mengeluh).

Aku masih hidup di masa transisi. Jika kau memintaku memilih salah satunya, aku akan menjawab dengan lantang, "Saya memilih di sini. Ya, ini tempat tinggal saya."

Ternyata, di balik kepuasanku melepas beban yang sebenarnya tak lepas dengan hanya bergila ria, aku menyesal. Di tempat tinggalku, sebut saja pondokku. Aku merepotkan para pengurus yang sekedar mengizinkanku bersua dengan malam.

Kalau mau menginap, izinnya langsung ke atas, Mbak. Kami tidak berani. Sampeyan di mana? Pengurus akan menjemput.

Demi rasa takdzim, mereka akan tetap menjalankan peraturan pondok yang mungkin menurut orang konyol. Ya, banyak hal konyol yang akan kau lakukan jika kau memutuskan pondok sebagai tempat tinggalmu.

Tepat ketika aku memutuskan menginap dengan konsekuensi setelah subuh tepat harus sudah di pondok dan dapat mengikuti ngaji quran, sebuah sms datang. Aku meluncur ke kampus.

Dengan sigap aku memberi penjelasan posisiku, bertanya posisinya, dan memutuskan tempat pertemuan.
Mereka menunggu di suatu tempat yang telah kami sepakati bersama. Tiba-tiba aku teringat kata Pak Yai,

Ke manapun kalian mengelana, selama kalian membawa nama Ponpes Inayatulloh, ini adalah rumah kalian. 

Ya, itu adalah tempat tinggal saya. Pesantren Inayatulloh. Yang masih terus berjuang menegakkan hukum di tengah  maraknya otoritas dari masing-masing pihak. Yang sedang menikmati badai masalah dan tetap tersenyum.

Terima kasih untuk Mba Dila dan Mbak Zah. Terima kasih mbak, sudah mau jemput aku untuk pulang. Terima kasih.

Senin, 14 Oktober 2013

Anak-Anakku

Wah, baru ingat kalau aku belum pernah ngenalin anak-anakku di sini.
Pantas saja, karena ternyata mereka baru kukenalkan di rumah yang dulu, :)
Meskipun tidak dapat diaku anak sendiri karena hasil melahirkan bersama, tetap saja anakku.
Baiklah, mari saya kenalkan satu persatu.
Yang pertama namanya Seriosa Biru. Dia anak sulung terbontot. Gemuk tubuhnya.
Para penglahir anak ini adalah Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2010 dan 2011. Ada banyak kisah yang dituturkan anak sulung kami ini.
Bahkan, dia juga mendikte lewat esai dan puisi.
Bagaimana mungkin cerpen dicampur esai deicampur puisi?
Penasaran? Segera cari dan beli buku terbitan Leutika Prio ini, :)





Anakku yang kedua adalah yang paling eksis. Namanya Curhat LDR. Anak ini lahir tanpa peruntungan, tetapi setelah menginjak dewasa, Ibunya merasa bangga karena anak ini bisa eksis berjajar di toko buku Gramedia dan banyak yang bertutur tentang cerita yang ada di dalamnya.

Anak ini lahir karena kegalauan sang Ibu yang merindukan suaminya. Bercerita tentang hujan, anak ini ternyata memperoleh sayang di hati para pembaca. Bapaknya sudah diberitahu tentang anak kedua ini, tapi tak kunjung pulang.

Mungkin, bagi Bapaknya, cukup tahu anak istrinya tetap hidup saja sudah bersyukur. Tidak perlu tahu bahwa kini anaknya bisa bersanding dengan anak-anak yang lain tanpa pernah lagi merasa minder, :)

Selanjutnya adalah anakku yang ketiga. Aku tetap saja belum bisa mandiri melahirkan. Jadi, hendak dikata apa ini anak pun adalah anak bersama-sama.
Anak ini lahir dengan sedikit susah payah. Tau kenapa?
Saat aku sudah pulih dan kembali, sebuah bingkisan datang. Dari luar terlihat seperti anakku. Ternyata setelah di buka sangat jauh berbeda.
Aku memrotes suster rumah sakit dan memastikan anakku tertukar. Akhirnya berselang hari aku dikirimi bayi mungil.
Namanya Senandung Ayat-Ayat Tuhan. Manis sekali. Sayangnya, aku tak tahu kalian bisa menemui anakku ini di mana.


Anakku yang keempat adalah anakku yang kupersiapkan dengan baik kelahirannya. Sayang, tidak banyak yang mau menerimanya. Begitulah manusia, terlalu indah merencana tetapi semua adalah Tuhan pemberi keputusan. Anak ini bernama Cermin, Nama, dan Pelita. Cermin adalah anak kandungku, pernah ingin kulahirkan di Kompas tapi tak ada jawaban. Jadi, kupilih rahim Leutika untuk melahirkannya bersama seorang uda bernama Agus.
Pada masa anak ini diproses, saya sedang digembleng membuat cerita yang bermodel serius di mata kuliah Penulisan Kreatif.
Berkali-kali gagal, akhirnya aku sedikit mendapat penghargaan melalui cerpen "Gua Garba".
Habis itu, tak lagi ada pengembangan berarti.
Susah amat membuat ceritera macam itu.
Salah dua dari hasil karya di kelas itu, coba kuajukan di kompetisi antologi bersama KMSI.
Alhamdulillah, salah satunya lolos.
Dialah yang akan menjadi anak kelima saya.


Namanya Menunggu Pagi. Seorang kawan bernama Ardila adalah penulisnya. Anakku yang numpang lahiran di Javakarsa Media ini akhirnya lahir dan akan di.aqiqohi Rabu, 16 Oktober 2013 dalam hajatan KMSI bertajuk Bulan Bahasa 2013. Ini wajah anakku yang ke-5.

Semoga nasib anak ini lebih mujur daripada kakak-kakaknya. Anak ini secara otomatid bisa masuk jajaran rak buku di toko buku ternama.
Semoga semakin banyak tangan yang membukanya, mengejanya, dan menyebarkannya.
Anakku pada kumcer ini kuberi nama Amanat Nogosari. 
Belum belum, aku sudah dibahagiakan oleh seorang teman yang ternyata masih perhatian pada karya teman lamanya. Seorang temanku berkata sudah membacanya dan dia mengatakan keren/bagus.

Bukankah aku pantas terharu?



Yogyakarta, 14 Oktober 2013

Antologi Cerpen KMSI

Alhamdulillah, akhirnya anak saya ke-4 lahir juga. Masih seperti sebelumnya, saya belum bisa melahirkan anak seorang diri, jadi kali ini pun belum bisa saya katakan sepenuhnya anak saya. Ini dia wajahnya, :)

Anak saya ini adalah hasil antologi bersama kawan-kawan Sastra Indonesia. Ada sepuluh penulis yang terdiri dari angkatan 2011 dan 2012. Dengan susah payah ke-sepuluh dari kami melahirkan anak ini dengan selamat.  Anak saya yang turut bernama "Amanat Nogosari". Menceritakan bagaimana kisah seorang istri yang hamil tua menunggu eksekusi mati suaminya karena tuduhan teroris yang entah benar entah salah. Buku yang diterbitkan Javakarsa Media ini dijual di toko buku seharga Rp38.000,00. Khusus acara Bulan Bahasa KMSI, mulai tanggal 16-26 Oktober, buku ini dijualpula di bazar KMSI seharga Rp20.000,00.
Jangan sampai ketinggalan koleksi anak negeri yang sedang mencoba menemukan kembali cerita-cerita serius yang nggak cuman bisa menyek-menyek, :)
Uji kepahamanmu akan cerita abstrak dan absurd di buku ini, :)


Jumat, 20 September 2013

Inayatulloh, Nama Pondokku

Sebuah percakapan tentang perkenalan.
"Nama kamu siapa?"
"Iza."
"Kamu tinggal di mana?"
"Di pondok Inayatulloh."

Yap, Pondok Pesantren Inayatulloh adalah tempat tinggal saya. Sebuah pondok pesantren putra-putri yang berada di selatan Tugu Monumen Jogja Kembali (Monjali). Dari arah Taman Pelangi Monjali ke timur, Anda akan menemukan perempatan lampu merah. Beloklah ke kanan (arah selatan) sampai Anda menemukan toko besar di kiri jalan yang bertuliskan "CAT LANCAR".

Nah, berehentilah sejenak dan tengoklah ke kanan. Ada sebuah toko baju berlabel "NABILA". Di sampingya ada sebuah gang kecil. Menyebranglah dan masuklah ke gang kecil tersebut. Anda akan menemukan bangunan yang terbuat dari bambu, kemudian ada bangunan lebih besar, bercat hijau, dan bertuliskan INAYATULLOH.

Mau tau lebih lanjut tentang Pondok Pesantren Inayatulloh? Mau tahu lebih banyak lagi tentang pondok yang berdiri di tengah-tengah lingkungan yang "plural" ini? To be continued....

Hanya Ini

Hanya ini, tempatku
menumpahkan segala peluh
rapuh

Aku tidak tahu,
Aku sudah lupa, bagaimana rasanya jatuh cinta
Aku sudah lupa

Aku tidak tahu,
Aku tidak mengerti, bagaimana caranya mencintai
atau bagaimana rasanya dicintai

Aku tidak mau,
Aku tidak berani, bagaimana jika kau kembali
biar aku sendiri

Hanya ini, tempatku
Tidak lagi pundakmu

Aku sudah lupa,
Bagaimana kau mencintai dan bagaimana aku mencintai
Bagaimana kau melindungi dan bagaimana aku melindungi

Sudah lupa aku,
Sejak kau cabut akar bungaku,
yang baru kembang tanpa diaku

Melihat dua orang bermadu di hadapanku,
aku tidak mengingatmu,
karena aku sudah lupa
bagaimana rasanya jatuh cinta

Yogyakarta, 21 September 2013

Jumat, 02 Agustus 2013

Jodoh Pasti Bertemu

Ibaratnya orang pacaran nih, aku sama kamu udah PUTUS.
Alasan putus kita bukan karena ada pihak ketiga, bukan karena yang satu berulah, bukan karena benci, marah, dan sebagainya yang menyebabkan pasangan lain putus, tapi karena aku masih terlalu memikirkanmu.

Tapi sayang, kita nggak pacaran. Jadi, apa dong istilah buat ganti kata putus?

Hmm, aku harus KUAT. Ini lagu Afgan buat kamu, tapi liriknya diganti dikit. Gak papa kan ya, Bang Afgan?

Jika aku bukan jalanmu,
berhentilah mengharapkanku...
Jika aku memang tercipta untukmu,
kau kan memilikiku...
Jodoh pasti bertemu...

#keep_smile

Rabu, 31 Juli 2013

Sebuah Catatan

Aku akan terus penasaran bagaimana Kau menulis kishaku di atas sana, di Asry-Mu yang Agung.
Hari ini, aku mendapat satu episode lagi yang sudah pecah rahasianya darimu.

Bolehkan aku untuk menulis cerita-Mu untukku hari ini, ya Allah.

Sebuah surat kuterima. Isinya pernyataan kesal seseorang padaku. Aku tahu dia sudah cukup bersabar mengahdapiku. Tapi, bagaimana lagi. Aku haus bertahan dengan sikap tak acuhku. Meski sudah kuyakinkan pada hati ini untuk membiarkannya, aku belum sanggup.

Panggilannya berkali-kali terabaikan. Kadang sengaja, kadang memang kebetulan aku tidak tahu atau tidak berkesempatan menjawabnya. Dia cukup bosan, meski aku tahu dia cukup gigih.

Membaca surat kekesalannya, aku benr-benar tidak ingin dia kesal, meski itu tujuanku, Entahlah, mungkin aku belum siap. Aku menghubunginya sebagai pengecut. Mematikan telepon sebelum ada jawaban, bahkan baru tiga kali suara telepon menyambung aku sudah menutup lagi teleponnya. Hanya itu yang bisa kulakukan. Itu saja sudah sedikit melanggar kebertahananku.

Lama sekali tak ada respon. Aku cukup gelisah, tapi tidak sampai. Dia merespon dengan membuang kekesalannya. Aku benar-benar tidak percaya begitu cepat dia melupakan benci dan mengganti dengan kasih. Nada yang diucapkannya begitu berbeda, aku tak lagi gelisah.

Kisah berikutnya terjadi saat kami bertemu dalam sebuah perjamuan besar di sebuah istana. Aku duduk di kursi, lalu melihatnya berjalan. Sedetik kami saling bersitatap, lalu aku pura-pura menyibukkan diri. Aku belum siap bertemu dengannya. Tapi, aku benar-benar merasakannya.

Pertemuan kami setelah untuk berapa tahun lamanya tadi adalah pertemuan untuk pertama kalinya. Benar-benar berbeda. Semua rindu, penasaran, teka-teki, bahagia, sedih, semua bercampur. Untuk waktu yang sangat lama kami tak saling menyapa, ternyata begitu rasanya.

Sepanjang perjamuan itu, aku memisahkan diri dari gerombolannya. Aku duduk tenang, agar sesekali dapat mencuri pandang, agar aku tahu apa yang berbeda darinya tanpa haus bertanya.

Di akhir perjamuan, entah apa yang membuatnya berlari ke gerombolan yang sedang kutemani. Aku salah tingkah. Kami terlalu dekat setelah jarak dan waktu begitu jauh memisahkan. Dan, dia masih baik.

Tak ada nada kesal, benci, apalagi dendam. Dia mengajakku bercanda, dan kubalas dengan senyum. Hanya senyum. Entah karena aku tak tahu harus bicara apa atau aku belum mau membuka mulut untuknya. Kalimat kedua yang keluar darinya adalah pertanyaan.

Ya, akhirnya aku berani menjawab pertanyaannya. Hanya itu. Lalu, kami berjalan ke tujuan masing-masing.
Kembali pada jarak dan waktu yang jauh. Pertemuan singkat yang menyebalkan, menyenangkan, dan menyedihkan. Masih mampukah aku meyakinkan diri bahwa belum tentu dia adalah yang terbaik sehingga aku tak perlu membuka hati karena belum saatnya?

Apa ya, ceritaku untuk besok hari?

Kudus, 23.52 (sebuah surat terkirim, belum kubuka)

Senin, 29 Juli 2013

Sejak Kapan

Aku pulang tanggal 30 Juli, Selasa.
Maaf aku masih belum  berani menjawabmu. Tapi, ada yang berbeda.
Sejak kapan kau mulai bersikap seperti ini?
Kau menawarkan diri mematung di pemberhentianku yang entah kapan?
Padahal kau tahu bagaimana agama mengatur kita.
Apa kau juga menawarkan hal yang sama pada wanita lain?
Sejak kapan kau bersikap demikian?

Maaf, aku jadi semakin meragukanmu.
Apa aku yang sudah lupa bagaimana tabiatmu?
Aku tidak habis pikir.
Di sini aku memperjuangkan akidah, kau sembarangan ingin menjerumuskanku.
Kau sebut itu menyelamatkanku?
Sejak kapan kau berpikir seperti itu?

Besok aku pulang.
Sengaja aku tak ingin kau tahu.
Karena aku belum menemukan jawaban
Atas pertanyaan
Sejak Kapan.

Yogyakarta, 29 Juli 2013

Kamis, 25 Juli 2013

Sajadah Daun Kering

Aku sudah menangis. Bahkan, sudah terlalu lelah. Barang yang berharga bagiku hilang.
Aku punya sebuah sajadah. Gambarnya daun kering. Hanya sehelai. Jatuh dari entah dari mana. Lalu, di bawahnya berserakan daun kering lainya yang entah dari mana pula jatuhnya.
Warnanya kering. Coklat. Kuning. Layu.
Adalah sajadah yang selalu dipakai Ibu, hanya untuk sholat tahajud di saat aku terlelap tidur.


Sajadah yang digunakan untuk menutup katil penghantar Ibu ke dunia barunya. Sajadah yang kemudian kugunakan tanpa pernah lupa mencium harum Ibu. Ketika beliau menghembuskan nafas terakhirnya dnegan senyumannya yang terindah, sajadah itu ada di sebelah ranjangnya. Bukti beliau usai sholat tahajud.

Aku masih ingat malam itu. Saat aku hanya seorang diri. Dan Ibu tiba-tiba pergi. Ayah masih bekerja dan Kakak di negeri rantau menuntut ilmu. Aku hanya bersama Ibu. Dua orang wanita yang mulai layu.

Dan sekarang, sajadah itu hilang.
Saat aku tinggalkan sebentar saja di masjid. Setelah ditinggal Ibu, Ayah menyuruhku mondok. Di pondok ini, sudah berapa tahun. Sajadahku, daun kering bersama Ibu. Atau aku sekarang sudah tak boleh lagi layu, sayu, dan jatuh seperti daun itu.


To be continued.

Sumber gambar: http://adinugroho.web.id/wp-content/uploads/2010/09/muslim-siluet.jpg 

Jumat, 19 Juli 2013

Mahabbah di Atas Sajadah

Sore hari. Langit masih mendung. Dua awan hitam, tak terlalu pekat, berarak ke arah timur. Aku baru saja selesai mengaji. Pesantren. Aku mengaji di pesantren. Sudah tiga tahun lamanya aku di pesantren ini. Sebut saja pesantren Penolong.

Seperti pada hari Jumat sebelum-sebelumnya, tiap sore aku punya jadwal piket. Menyapu halaman pesantren. Selesai mengaji, masih memakai peci, aku mengambil sapu dan mulai membersihkan dedaunan. Jika hujan turun, setidaknya halaman sudah bersih dari daun-daun yang berguguran. Daun-daun yang tak pernah menyalahkan angin sebab menjatuhkannya.
Bicara tentang daun kering, aku teringat kejadian semalam.

Saat sholat maghrib berjamaah di masjid. Aku adalah orang yang paling senang adzan. Saat teman-teman santri belum datang, dengan segera kuambil microphon untuk melantunkan suara penyeru sholat. Selesai adzan, aku duduk beristighfar. Tepat di samping satir (penghalang/pembatas antara jamaah laki-laki dan perempuan). Mataku sedikit terganggu dengan sesuatu di balik satir. Sajadah.

Aku bisa sedikit melihat gambarnya. Aku penasaran. Entah untuk alasan apa, aku pua-pura berjalan ke saf paling belakang. Belum kutemukan seorang pun di masjid. Aku kembali ke tempat dudukku semula dengan cepat. Dengan ragu aku seret sedikit demi sedikit sajadah tadi.

Aku tidak berniat mencuri, aku bahkan tidak berniat memindahnya, hanya sedikit menggesernya. Tapi karena saking penasarannya, aku tarik sajadah tersebut sampai di depanku. Sajadah yang aneh.

Umumnya, sajadah hanya bergambar ka'bah, masjid, pintu masjid, pemandangan langit, atau ukiran-ukiran. Tapi tidak dengan sajadah ini. Gambarnya daun-daun kering yang berguguran entah dari mana dan berserakan di bagian sajadah paling bawah. Warnanya kuning, oranye, dan coklat. Setelah kuamati, ada sebuah gambar bulan bintang nan jauh di dalam sajadah, jauh dari daun-daun yang berguguran. Mungkin itu simbol masjid atau entah apa.

"Ya Allah, di mana ya?" suara seseorang mengagetkanku. Aku baru tersadar. Sudah ada beberapa orang yang masuk masjid. Tapi, itu suara perempuan. Suaranya menentramkan. Tiba-tiba aku berdebar-debar.

"Sajadahku nggak ada, Mbak!" kata perempuan itu seperti tepat di balik satir di sebelahku. Aku gemetar. Tanganku masih memegang sajadah daun. Apa sajadah ini miliknya? Aku kembali berdebar-debar. Ada dua kemungkinan. Pertama, mungkin aku takut dikira maling. Kedua, mungkin aku takut terbius dengan suara itu. Cantik nian, suaranya. Astaghfirulloh, aku telah zina telinga.

"Kang, nggak nadzoman?" tegur salah satu temanku, mengagetkanku untuk kedua kalinya. Aku gelagapan, tapi mengangguk.

"Sudah, nanti juga ketemu. Sudah biasa itu, paling lagi dipinjem orang, Mbak," kata seorangperempuan lainnya, suaranya lebih berat.

Setelah itu aku tak lagi mendengarnya. Aku mengambil microphon dan memulai nadzoman. Tanganku masih memegang sajadah daun kering. Entah kapan aku mengembalikannya ke tempat semula. Atau kukembalikan langsung kepada pemiliknya? Tapi siapa?

To be continued....

Sholawat

Bab 4
Keutamaan Sholawat Atas Nabi Muhammad SAW


Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa bersholawat kepadaku (Muhammad) satu kali, maka dia akan emndapat 10 rahmat."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa bersholawat untukku 1000 kali maka dia akan menemui kebahagiaan ketika mati sebab menemui surga."


Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa bersholawat untukku satu kali maka bagianya 10 rahmat, dan barangsiapa bersholawat sepuluh kali maka baginya 100 rahmat, barangsiapa bersholawat 100 kali maka baginya 1000 rahmat, barangsiapa bersholawat 1000 kali maka dia akan dijauhkan dari neraka."


Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa lupa membaca sholawat untukku, maka lupa baginya jalan surga."

Rasululloh SAW bersabda:
"Lebih utama-utamanya manusia di hari kiamat kelak adalah yang paling banyak bersholawat."

Rasululloh SAW bersabda:
"Membaca sholawat dapat menghilangkan dosa."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa membaca sholawat 40 kali di hari Jumat maka Allah akan menghapus semua dosa-dosanya."

Rasululloh SAW bersabda:
"Tidak ada dalam doa kecuali diantara doa dan di antara langit itu ada penghalang sehingga dibacakan sholawat atasnya. Maka ketika dibacakan sholawat, penghalang tersebut jebol dan diangkatlah doa tersebut."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa bersholawat untukku 100 kali maka Allah akan meloloskan 100 hajat. 70 dari hajat tersebut untuk akhirat dan 30 untuk dunia."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa membaca sholawat satu kali maka sebanyak 20 maaikat akan menyertainya dan memintakan rahmat baginya sehingga apabila dia mati dia berbahagia sebab menemui surga."

Kamis, 18 Juli 2013

Bismillahirrohmanirrohim

Bab 3
Keutamaan Bismillahirrohmanirrohim



Rasululloh SAW bersabda:
"Tidak ada dari seorang hamba yang mengucap bismilliahirrohmanirrohim kecuali syetan hancur seperti hancurnya timbal pada api."

Rasululloh SAW bersabda:
"Tidak ada dari seorang hamba yang mengucap bismilliahirrohmanirrohim kecuali Allah memerintahkan malaikat pencatatat amal mencatat untuk hamba tersebut dengan 400 kebaikan."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mengucap bismillahirrohmanirrohim maka dosa-dosanya tidak akan tetap seberat semut."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa menulis bismillahirrohmanirrohim dengan tulisan yang bagus karena niat mengagungkan Allah taala, maka Allah akan mengampuni doanya yang awal dan yang akhir."

Rasululloh SAW bersabda:
"Ketika seseorang menulis bismillahirrohmanirrohim maka sebaiknya dia memanjangkan lafadz ar-rahmaan."

Rasululloh SAW bersabda:
"Sesungguhnya Allah subhanu wata'ala menghiasi-hiasi langit dengan bintang, menghiasi para malaikat dengan malaikat Jibril, menghiasi surga dengan bidadari dan gedung, menghiasi para Nabi dengan Nabi Muhammad SAW, menghiasi hari dengan hari Jumat, menghiasi malam dengan malam lailatul qadar, menghiasi bulan-bulan dnegan bulan Ramadan, menghiasi masjid dengan Ka'bah, menghiasi kitab dengan Alquran, dan menghiasi Alquran dengan bismillahirrohmanirrohim."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mengucap bismillahirrohmanirrohim, maka namanya akan dicatat sebagi orang yang baik dan dibebaskan dari sifat orang kafir dan munafik."


Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa membaca bismillahirrohmanirrohim, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu."

Rasululloh SAW bersabda:
"Ketika kalian berdiri lalu mengucap bismillahirrohmanirrohim wa shollallahu 'ala sayyidina muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa sallam, maka tidak ada manusia yang akan meggunjing atau membicarakannya, malaikat mencegah pergunjingan tersebut."

Rasululloh SAW bersabda:
"Ketika kalian duduk lalu mengucap bismillahirrohmanirrohim wa shollallahu 'ala sayyidina muhammad wa 'ala alihi wa sohbihi wa sallam, maka Allah akan mencegah ghibah atas diri kalian."

Wallahu'alam bish-showab.

Laa Ilaha Illalah

Bab 2
Keutamaan Lafadz Laa Ilaha Illallah


Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa dalam sehari membaca laa ilaha illallah muhammad rasulullah sebanyak 1000 kai, maka dia akan datang pada hari kiamat dengan wajah mencorong."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Lebih utama-utamanya dzikir adalah membaca  laa ilaha illallah dan lebih utama-utamanya doa adalah membaca alhamdulillah."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Allah berfirman:  laa ilaha illallah adalah ucapan-Ku, barangsiapa mengucapkannya, maka dia masuk ke dalam benteng-Ku, dan barangsiapa telah masuk ke benteng-Ku, maka dia akan aman dari siksa-Ku."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Zakatilah badan kalian dengan mengucap  laa ilaha illallah."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Tidak ada hamba yang mengucap  laa ilaha illallah kecuali Allah akan menjawab: 'Benar engkau hamba-Ku, sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada yang berhak disembah selain Aku. Saksikanlah wahai malaikat-Ku, Aku benar-benar akan mengampuni dosa-dosanya yang dulu dan yang akan datang."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mau membaca/mengucap lafadz laa ilaha illallah dengan ikhals lagi mengikhlaskan, dia akan masuk ke dalam surga."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mengawali ucapannya dengan kalimat  laa ilaha illallah dan mengakhirinya dengan laa ilaha illallah, maka apabila dia berbuat 1000 keburukan selama dia hidup 1000 tahun, maka Allah tidak akan menagihnya sebagai dosa."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mengucap  laa ilaha illallah tanpa niat ujub, maka burung akan terbang di bawah arsy Allah untuk bertasbih di hari kiamat dan mencatat untuknya pahala."

Rasululloh SAW bersabda:
"Barangsiapa mengucap  laa ilaha illallah muhammad rasululloh maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya, meskipun dosanya seperti lautan."

Rasululloh SAW bersabda:
"Ketika melewati makan orang mukmin dan membaca laa ilaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, lahu mulku wa lahul hamdu yuhyi wa yumiitu wahuwa hayyu la yamuut biyadihil khoir wahuwa ala kulli syai'in qodir, maka Allah akan menerangi makan tersebut dan mengampuninya dan mencatat baginya satu juta kebaikan dan meninggikan derajatnya hingga satu juta derajat, dan melebur satu juta keburukan."

Wallahu'alam bish-shawab.

Ilmu dan Orang Berilmu

Akhirnya, jadi juga nge-blog edisi ramadan. Untuk postingan-postingan ini, akan saya tuliskan hadits-hadits yang diambil dari kitab Lubabul Hadits. Ada 40 bab yang per bab-nya menerangkan faedah-faedah atau keutamaan-keutamaan berbagai hal. Saya berusaha menuliskan semua 40 bab apabila (khatam) dan sempat menulis, tetapi apabila tidak sempat, ya sesampainya bab... Hehe..
Selamat mengambil berkah di bulan ramadan, :)

Bab 1
Keutamaan Ilmu dan Orang yang Berilmu



Rasululloh SAW bersabda kepada Ibnu Mas'ud radiyallahuanhu,
"Hai Ibnu Mas'ud, apabila kamu duduk dalam suatu majlis limu, meskipun kamu tidak menulis satu huruf pun, itu lebih baik dibanding memerdekakan 1000 budak. Ketika kamu melihat wajah orang alim, itu lebih baik daripada 1000 kuda yang disedekahkan di jalan Allah. Ketika kamu mengucap salam kepada orang alim, itu lebih baik daripada melaksanakan ibadah sunnah selama 1000 tahun."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Satu orang ahli fiqih yang wira'i (menjaga dari barang haram) itu lebih berat bagi syetan daripada ahli ibadah yang bodoh."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Utamanya orang alim daripada orang ahli ibadah itu seperti utamanya rembulan di bulan purnama dibanding bintang."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa akan berangkat mencari ilmu, maka Allah akan mengampuninya sebelum dia melangkahkan kaki."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Muliakanlah ulama karena sesungguhnya ulama di samping Allah itu bergelar 'orang yang mulia dan dimuliakan'."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa melihat wajah ulama kemudian merasa senang, maka Allah menciptakan satu malaikat yang akan senantiasa memintakan ampunan kepada orang tersebut sampai hari kiamat."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa memuliakan satu orang ulama maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah. Dan barangsiapa memuliakan Allah, maka tempatnya adalah surga."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Tidurnya orang alim itu lebih utama daripada ibadahnya orang yang bodoh."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa belajar satu bab dari orang alim, kemudian mengamalkan atau tidak mengamalkan, itu lebih utama daripada sholat 1000 rakaat."

Rasullulloh SAW bersabda:
"Barangsiapa berkunjung kepada orang alim maka sesungguhnya dia telah berkunjung kepadaku (aku: Muhammad). Barangsiapa mau bersalaman dengan orang alim, maka sesungguhnya dia telah bersalaman denganku. Barangsiapa duduk dengan orang alim, maka sesungguhnya dia telah duduk denganku dalam dunia. Barangsiapa duduk denganku di dunia, maka dia akan duduk denganku pada hari kiamat."

Tambahan:
Tidak ada tarekat yang paling baik daripada ta'lim muta'allim.
Yen ora mulang ngaji, yo ngaji (kalau tidak mengajar, ya belajar).
Wallahu'alam bish-shawab.

Kamis, 27 Juni 2013

Kisah Fifi di Subuh Hari

Bismillah. 
Sholat berjamaah itu 27 kali lipat sholat sendirian.
Jamaah subuh adalah tanda bangkitnya Islam.
Ini cerita tentang seorang yang tinggal di sebuah pondok pesantren di Yogyakarta. Sebut saja pondok
Mukarrom. Di pondok ini, ada santri putri dan santri putra yang dipisahkan oleh rumah Romo Kyai da Bu Yai, aula pondok, dan masjid. Komunikasi santri putri dan santri putra tergolong tidak begitu terikat, mengingat banyak yang harus dikoordinasikan antara santri putri dan putra.
Seorang santri putri ini, sebut saja namanya Fifi. Dia tergolong santri putri baru. Oleh karena itu, dia belum begitu tahu tentang santri putra.
Setelah beberapa bulan di pondok, Fifi tahu beberapa aturan dari pondok.
1. Maghrib sudah harus ada di pondok, apabila ada kegiatan di kampus dll harus izin dengan sie keamanan pondok putri.
2. Saat di pondok, harus ikut sholat berjamaah di masjid (terutama maghrib, isya, dan subuh).
3. Selesai sholat maghrib, harus mengikuti ngaji bandongan dengan Romo Kyai, apabila terlambat datang dihukum mengumpulkan botol plastik sebanyak ayat alquran yang tertinggal olehnya saat Kyai sudah membaca alquran.
4. Selesai sholat isya harus mengikuti ngaji madrasah sesuai kelas masing-masing. Hanya diperbolehkan izin kepada sie pendidikan pondok putri jika memang berhalangan tidak masuk.
5. Sholat subuh harus berjamaah di masjid.
6. Selesai sholat subuh harus ikut ngaji alquran di Bu Yai kecuali hari Jumat dan Minggu.
Masih ada beberapa aturan pondok lainnya, tetapi tidak mungkin ditulis di sini semuanya.

Awalnya, Fifi merasa tidak akan sanggup menjalani kehidupan di pondok Mukarrom. Akan tetapi, dia sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk dirinya sendiri. Agar dia lebih giat mengaji. Agar da tidak rugi sebab kehilangan sholat berjamaah. Agar dia teratur pulang dan perginya. Dulunya, Fifi ini adalah aktivis kampus yang pulang larut malam dan pergi pagi buta. Kesehatannya benar-benar tidak terjaga karena ketidak-teraturannya dalam hidup.

Sejak di pondok, Fifi mencoba berubah. Dia mencoba menjalani aturan di pondok. Seseorang mengingatkannya,
Melaksanakan aturan pondok ini harus ikhlas. Bukan karena manusia, tetapi karena Allah dan rasul-Nya. Hukuman manusia itu tidak sebanding dengan hukuman dari Allah. Begitupun ampunan dari manusia tidak sebanding dengan ampunan dan rahmat Allah.
Begitulah Fifi, dia bertekad berubah menjadi lebih baik. Sayangnya, suatu hari Jumat, Fifi kecolongan. Pukul setengah empat Fifi dibangunkan temannya untuk mendirikan sholat. Awalnya, Fifi ogah-ogahan karena itu belum menjadi kebiasannya. Tapi akhirnya dia bangun. Dia sholat. Dua kali salam. Empat rakaat. Fifi tertidur.

"Mbak, bangun! Sampeyan tadi nda subuhan di masjid?" tanya sie keamanan pondok putri.
Fifi mengucek mata, dia masih mengenakan mukena, tertidur di atas sajadah. Sambil memastikan siapa yang berbicara dengannya, sang sie keamanan kembali bertanya, "Mbak, tadi nda subuhan di masjid tho?"
"He? Udah subuh?" tanya Fifi datar.
"Udah, Mbak. Tadi nda subuhan di masjid kan?"
"Iya, mbak." Fifi menyadari sesuatu.
"Sekarang juga disuruh ke Ndalem oleh Bu Yai mbak!"
"Ha?"

Dan itulah hari pertama Fifi dita'zir. Dihukum. Membaca surat yasin tiga kali. Di depan Ndalem (rumah Romo Kyai dan Bu Yai). Menghadap ke arah pondok putra. Banyak sekali santri putri yang kena hukuman. Hari itu mereka khilaf. Fifi sangat malu. Meskipun dia tidak mengenal santri putra, dia malu. Banyak santri putra yang sliwar-sliwer di sekitan Ndalem dan pondok putra.
Fifi sadar, dia malu pada manusia. Di hadapan Allah, Fifi tidak peduli. Dia pun beristighfar.
Amalan apapun itu harus dipikirkan bagaimananya di mata Allah,
bukan di mata manusia.
Fifi teringat nasihat itu. Dia terus beristighfar dan berjanji tidak melanggar aturan Allah lewat aturan pondok.

Semangat, Fifi.
Jumat Barokah.

Sabtu, 22 Juni 2013

Cerita Hari Ini

Bismillah.
Alih-alih ngerjake tugas, aku nge-blog karena pengen cerita.
Sudah tak ada lagi seseorang itu. Yang tulus menerima telinganya panas karena rengekanku dan ceritaku. Seseorang yang sudah benar-benar tidak boleh diharapkan lagi kembalinya. #curcol
Hari ini benar-benar gila. Dari pagi sudah masuk di kubang masalah gara-gara satu organisasi yang lagi stuck. Ya kalian tahu lah, yang namanya organisasi pasti anggotanya pernah mengalami titik kejenuhan. Dan hari-hari ini organisasi itu sedang diuji. Mulai dari ketua (maaf Pak Ketu) yang mulai mempertanyakan hal-hal yang menurutku terpengaruh oleh emosinya. Tapi aku juga sadar Pak Ketu juga pasti begitu gara-gara anak-anaknya juga yang sengklek kayak aku. Fiyuuuh.

Ditambah lagi, ada masalah yang benar-benar membuatku de javu. Seseorang ingin me-..... dari kepengurusan. Ya Allah, bagaimana pula ini? Kalau kataku, yasudah biarkan. Hanya yang kuat hatinya yang rela dan ikhlas berlelah-lelah tanpa bayaran. Hei, kamu cari gaji di organisasi? Hellloooo, cari gaji mah di perusahaan coy! Bikin emosi aja. Dan lagi, secara ini tuh ormah islam cuy. Kamu kalah sama anak-anak do ormah yang ikhlas meski mereka gak pernah tahu Allah pasti Allah menabungkan gaji untuknya. Wah, gawe wong geuleuh tuh anak, maaf deh kasar dan frontal. Aku emosi!

Sudah macam tu, ada telepon dari seseorang yang belum pernah kulihat wajahnya. Tentang bisnis. Tapi sumpah, suaranya mirip banget sama "dia". Haish, ingatan itu membunuhku. Seseorang itu mengatakan ini itu menasihati dan berbicara lebih banyak hal yang berkaitan dengan organisasiku lainnya. Kuceritakan dia kepada Pak Ketu di organisasi kedua ini. Pak Ketu banyak memberi saran, thanks loch Pak. Tapi belum bisa ada tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menunggu. Emosi lumayan turun.

Di pondok, ujian nahwu sudah menanti. Aku sama sekai belum belajar. Akhirnya dengan berbekal bacaan ala kadarnya, dengan masiih menggunakan mukena, aku duduk di tempat ujian. Soal nahwu pun datang. Tau gak? Pake bahasa arab bro soalnya, haha. Meskipun pada akhirnya diartikan oleh ustadz-nya, aku sudah down. Kukerjakan soal yang jawabannya sedikit-sedikit bisa kuingat. Dalam waktu setengah jam, aku sudah berada di alam mimpi. Tidur. Dengan lembar jawab kosong di sana-sini. Saat waktu kurang sepuluh menit, aku terbangun. Kuambil lembar jawabku dan kuatungkan kertas itu pada ustadz pengambil lembar jawab. Benar-benar aku tuliskan jawaban paling lugu (bodoh) di lembar jawab itu. Mau tahu apa? aku tulis:
Maaf, saya lupa, Pak.

Rabu, 19 Juni 2013

Bangga Menjadi Keluarga Sastra Indonesia

Bismillah.
(Hai, ini anaknya fauzia-maghfiroh.blog.ugm.ac.id. ! blog baru yang gak baru juga -_-)

Selamat datang keluarga baru Sastra Indonesia 2013! Salam Sastra Indonesia!
Taraaaa, yang snmptn undangan udah loos di Sasindo, selamat yaaa... Kemarin, aku ikut sasindo'ers  2012 'nyegat' anak-anak baru di GSP UGM. Ih wow, teringat dua tahun yang lalu saat pertama kalinya menginjakaan kaki di UGM. Wah, ternyata udah dua tahun di UGM dan aku belum nemu seseorang yang bisa ngerebut hatiku, eeeyyyaaahh, #oposih, SKIP !



Menurut informasi, ada 19 anak yang keterima di Sasindo. Tapi, kemarin yang baru 'kejaring' ada 17, nah lho yang dua kemana? Semoga mereka bisa tertemukan nantinya. Jadi, ceritanya kemarin ada kumpul santai di bawah pohon di GSP barat. Dengan bermandikan cahaya matahari, kami saling memperkenalkan diri dan bercengkrama. Dari 17 teman-teman baru di Sasindo, hanya 3 (atau 4 yaa) yang berjenis kelamin laki-laki. Wisyah, Sasindo selalu didominasi cewek nih. Apa ini dampak sastra wangi? Hahahaha, |bisa jadi| |tidak| |iya|


Terlontar pertanyaan dari salah satu dari kami, sasindo'ers tua 2012, "mengapa masuk Sasindo?"
Pertanyaan klasik, bukan? Jawabannya macem-macem. Yang paling ngena itu dari si cowok (nggak tau namanya) yang intinya dia itu pengen ikut bangga jadi keluarga Sastra Indonesia, nggak bangga sama yang lain-lain sebelum bangga dengan kepunyaan sendiri. Prok prok prok !!!

Yaeyalah harus bangga, secara UKT (uang kuliah tunggal) di Saindo itu paling mahal di antara jurusan-jurusan di FIB UGM. Kalau disejajarin itu 11-12 sama Kedokteran. Coy, kedokteran coy! Yaeyalah, kita kan calon dokter pembedah karya sastra, bahasa, dan budaya! Aseek!
Nominalnya perlu disebutin ngga? Cari aja sendiri yaa, :)

Begitu kamu masuk Sasindo, waasssek. Gak bakal pengen keluar dari Sasindo. Terbukti nih, temen2ku yang emang pilihan pertamanya bukan Sasindo masih betah dan tambah betah di Sasindo. Hehehe.
Dan lagi, Sastra Indonesia FIB UGM itu satu keluarga. Satu hati. Satu cinta. Satu suara. JAYA! #ini kayak apaan ya?

Oh ya, bangga lagi karena tadi malam drama bisunya keren buanget bro! Nyesel yang gak nonton. Meskipun diadakan di minggu tenang (ini pun karena insidental), jumlah penonton nggak kurang dari 100 orang (kalau nggak salah ngitung). Drama bisu yang diangkat dari cerpen "Pelajaran Mengarang" karya Seno Gumira Ajidarma ini benar-benar membisukan penonton. Bahkan saat drama diakhiri dengan teriakan penonton yang membaca "Ibuku seorang pelacur!" penonton masih terbisu saking takjubnya. Sumpah, nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Nggak percuma teman-teman yang latihan, yang cari onsumsi, yang angkat-angkat, yang lari-lari, yang naik turun tangga buwad cari Pak Purw***, yang malam2 cari angkringan, yang semuanya deh.

Tunggu aja lah kebisuan-kebisuan kalian yang lain saat SASINDO menunjukkan aksinya. #Road to Bulan Bahasa 2013.
Udah, nggak usah kemana-mana. Sasindo ajah. Keluarga ini akan menyambut kalian dan semakin membuat kalian bangga, wahai! Nggak usah lirik kemana-mana kalau belum bisa bangga punya Sastra Indonesia!
JAYA! :)

Menuju UAS semester genap, doakan ya semuaaachh.... :*