Senin, 18 November 2013

Pondok Kami

Pohon rambutan di depan pondok kami belum berbuah. Hanya ada buah kecil-hijau yang segera jatuh, belum sempat masak. Anyaman pondok yang kami tinggali masih membawa angin, setiap malam, mengantarkan dingin, menusuk sumsum. Kami masih tertawa, kami masih saling bercanda, meski kami sebenarnya berduka.
Beberapa malam yang lalu, kami berkumpul. Sebuah aula beratap tinggi, berwarna dominan hijau, berpapan tulis seadanya dan beralas tikar. Kami membicarakan duka kami yang selama ini tidak terasa, atau mungkin sengaja tak dirasa agar tak bertambah duka nestapa.
Bangunan yang kami tinggali, ternyata sebuah kontrakan. Bertahun-tahun telah ditangguhkan pembayarannya. Bukan karena tak mau, tapi tak bisa. Seperiode lagi, 3 tahun, kami harus melunasinya. Seseorang dari kami menyebut nominal sekitar 1 miliar. Membayangkan saja tak mungkin, apalagi jika harus mencarinya.
Mulut kamisegera bungkam, tawa lepas kami hilang. Kami masih ingin mengaji di tempat nyaman ini. Sebuah rumah bambu, berdinding gedek dan beralas bambu. Meski angin selalu mengintip lalu menerobos kulit kami, tidak jadi masalah asal kami tetap bisa belajar, belajar tentang kehidupan.
Satu per satu kepala mengeluarkan ide-ide. Apa yang bisa dilakukan agar kami mendapatkan dana sekian. Kami mulai berpikir dan.... kami tiba-tiba melankolis.
Apa yang terjadi jika kami tidak bisa mendapatkan uang tersebut. Kami akan tinggal di mana lagi? Kami akan berlatih hadroh di mana? Di mana kami akan tertawa, saling tindih, berhimpitan saat tidur, dan mengaji. Mungknin, kami terlalu berlebihan. Tapi, itulah perasaan. Selalu berlebihan. Mendahului logika dan aturan.
Kami mencari link ke mana saja dan tiap hari kami dipusingkan perihal sistem yang membelitkan.
Tapi, kami percaya. Allah dekat dengan hamba-Nya yang meminta pertolongan-Nya.

Hari ini, kami masih mengaji. Sholat berjamaah. Belajar bersama. Tidur berselimut dingin. Kami masih yakin.. Bantuan Allah selalu datang di saat yang tepat. Allah membersamai pondok kami. Doa kami pasti didengar dan dikabulkan-Nya.

Saat hujan, di bawah atap bambu atas pondok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar