Kamis, 27 Juni 2013

Kisah Fifi di Subuh Hari

Bismillah. 
Sholat berjamaah itu 27 kali lipat sholat sendirian.
Jamaah subuh adalah tanda bangkitnya Islam.
Ini cerita tentang seorang yang tinggal di sebuah pondok pesantren di Yogyakarta. Sebut saja pondok
Mukarrom. Di pondok ini, ada santri putri dan santri putra yang dipisahkan oleh rumah Romo Kyai da Bu Yai, aula pondok, dan masjid. Komunikasi santri putri dan santri putra tergolong tidak begitu terikat, mengingat banyak yang harus dikoordinasikan antara santri putri dan putra.
Seorang santri putri ini, sebut saja namanya Fifi. Dia tergolong santri putri baru. Oleh karena itu, dia belum begitu tahu tentang santri putra.
Setelah beberapa bulan di pondok, Fifi tahu beberapa aturan dari pondok.
1. Maghrib sudah harus ada di pondok, apabila ada kegiatan di kampus dll harus izin dengan sie keamanan pondok putri.
2. Saat di pondok, harus ikut sholat berjamaah di masjid (terutama maghrib, isya, dan subuh).
3. Selesai sholat maghrib, harus mengikuti ngaji bandongan dengan Romo Kyai, apabila terlambat datang dihukum mengumpulkan botol plastik sebanyak ayat alquran yang tertinggal olehnya saat Kyai sudah membaca alquran.
4. Selesai sholat isya harus mengikuti ngaji madrasah sesuai kelas masing-masing. Hanya diperbolehkan izin kepada sie pendidikan pondok putri jika memang berhalangan tidak masuk.
5. Sholat subuh harus berjamaah di masjid.
6. Selesai sholat subuh harus ikut ngaji alquran di Bu Yai kecuali hari Jumat dan Minggu.
Masih ada beberapa aturan pondok lainnya, tetapi tidak mungkin ditulis di sini semuanya.

Awalnya, Fifi merasa tidak akan sanggup menjalani kehidupan di pondok Mukarrom. Akan tetapi, dia sadar bahwa aturan tersebut dibuat untuk dirinya sendiri. Agar dia lebih giat mengaji. Agar da tidak rugi sebab kehilangan sholat berjamaah. Agar dia teratur pulang dan perginya. Dulunya, Fifi ini adalah aktivis kampus yang pulang larut malam dan pergi pagi buta. Kesehatannya benar-benar tidak terjaga karena ketidak-teraturannya dalam hidup.

Sejak di pondok, Fifi mencoba berubah. Dia mencoba menjalani aturan di pondok. Seseorang mengingatkannya,
Melaksanakan aturan pondok ini harus ikhlas. Bukan karena manusia, tetapi karena Allah dan rasul-Nya. Hukuman manusia itu tidak sebanding dengan hukuman dari Allah. Begitupun ampunan dari manusia tidak sebanding dengan ampunan dan rahmat Allah.
Begitulah Fifi, dia bertekad berubah menjadi lebih baik. Sayangnya, suatu hari Jumat, Fifi kecolongan. Pukul setengah empat Fifi dibangunkan temannya untuk mendirikan sholat. Awalnya, Fifi ogah-ogahan karena itu belum menjadi kebiasannya. Tapi akhirnya dia bangun. Dia sholat. Dua kali salam. Empat rakaat. Fifi tertidur.

"Mbak, bangun! Sampeyan tadi nda subuhan di masjid?" tanya sie keamanan pondok putri.
Fifi mengucek mata, dia masih mengenakan mukena, tertidur di atas sajadah. Sambil memastikan siapa yang berbicara dengannya, sang sie keamanan kembali bertanya, "Mbak, tadi nda subuhan di masjid tho?"
"He? Udah subuh?" tanya Fifi datar.
"Udah, Mbak. Tadi nda subuhan di masjid kan?"
"Iya, mbak." Fifi menyadari sesuatu.
"Sekarang juga disuruh ke Ndalem oleh Bu Yai mbak!"
"Ha?"

Dan itulah hari pertama Fifi dita'zir. Dihukum. Membaca surat yasin tiga kali. Di depan Ndalem (rumah Romo Kyai dan Bu Yai). Menghadap ke arah pondok putra. Banyak sekali santri putri yang kena hukuman. Hari itu mereka khilaf. Fifi sangat malu. Meskipun dia tidak mengenal santri putra, dia malu. Banyak santri putra yang sliwar-sliwer di sekitan Ndalem dan pondok putra.
Fifi sadar, dia malu pada manusia. Di hadapan Allah, Fifi tidak peduli. Dia pun beristighfar.
Amalan apapun itu harus dipikirkan bagaimananya di mata Allah,
bukan di mata manusia.
Fifi teringat nasihat itu. Dia terus beristighfar dan berjanji tidak melanggar aturan Allah lewat aturan pondok.

Semangat, Fifi.
Jumat Barokah.

Sabtu, 22 Juni 2013

Cerita Hari Ini

Bismillah.
Alih-alih ngerjake tugas, aku nge-blog karena pengen cerita.
Sudah tak ada lagi seseorang itu. Yang tulus menerima telinganya panas karena rengekanku dan ceritaku. Seseorang yang sudah benar-benar tidak boleh diharapkan lagi kembalinya. #curcol
Hari ini benar-benar gila. Dari pagi sudah masuk di kubang masalah gara-gara satu organisasi yang lagi stuck. Ya kalian tahu lah, yang namanya organisasi pasti anggotanya pernah mengalami titik kejenuhan. Dan hari-hari ini organisasi itu sedang diuji. Mulai dari ketua (maaf Pak Ketu) yang mulai mempertanyakan hal-hal yang menurutku terpengaruh oleh emosinya. Tapi aku juga sadar Pak Ketu juga pasti begitu gara-gara anak-anaknya juga yang sengklek kayak aku. Fiyuuuh.

Ditambah lagi, ada masalah yang benar-benar membuatku de javu. Seseorang ingin me-..... dari kepengurusan. Ya Allah, bagaimana pula ini? Kalau kataku, yasudah biarkan. Hanya yang kuat hatinya yang rela dan ikhlas berlelah-lelah tanpa bayaran. Hei, kamu cari gaji di organisasi? Hellloooo, cari gaji mah di perusahaan coy! Bikin emosi aja. Dan lagi, secara ini tuh ormah islam cuy. Kamu kalah sama anak-anak do ormah yang ikhlas meski mereka gak pernah tahu Allah pasti Allah menabungkan gaji untuknya. Wah, gawe wong geuleuh tuh anak, maaf deh kasar dan frontal. Aku emosi!

Sudah macam tu, ada telepon dari seseorang yang belum pernah kulihat wajahnya. Tentang bisnis. Tapi sumpah, suaranya mirip banget sama "dia". Haish, ingatan itu membunuhku. Seseorang itu mengatakan ini itu menasihati dan berbicara lebih banyak hal yang berkaitan dengan organisasiku lainnya. Kuceritakan dia kepada Pak Ketu di organisasi kedua ini. Pak Ketu banyak memberi saran, thanks loch Pak. Tapi belum bisa ada tindakan nyata untuk menyelesaikan masalah tersebut. Menunggu. Emosi lumayan turun.

Di pondok, ujian nahwu sudah menanti. Aku sama sekai belum belajar. Akhirnya dengan berbekal bacaan ala kadarnya, dengan masiih menggunakan mukena, aku duduk di tempat ujian. Soal nahwu pun datang. Tau gak? Pake bahasa arab bro soalnya, haha. Meskipun pada akhirnya diartikan oleh ustadz-nya, aku sudah down. Kukerjakan soal yang jawabannya sedikit-sedikit bisa kuingat. Dalam waktu setengah jam, aku sudah berada di alam mimpi. Tidur. Dengan lembar jawab kosong di sana-sini. Saat waktu kurang sepuluh menit, aku terbangun. Kuambil lembar jawabku dan kuatungkan kertas itu pada ustadz pengambil lembar jawab. Benar-benar aku tuliskan jawaban paling lugu (bodoh) di lembar jawab itu. Mau tahu apa? aku tulis:
Maaf, saya lupa, Pak.

Rabu, 19 Juni 2013

Bangga Menjadi Keluarga Sastra Indonesia

Bismillah.
(Hai, ini anaknya fauzia-maghfiroh.blog.ugm.ac.id. ! blog baru yang gak baru juga -_-)

Selamat datang keluarga baru Sastra Indonesia 2013! Salam Sastra Indonesia!
Taraaaa, yang snmptn undangan udah loos di Sasindo, selamat yaaa... Kemarin, aku ikut sasindo'ers  2012 'nyegat' anak-anak baru di GSP UGM. Ih wow, teringat dua tahun yang lalu saat pertama kalinya menginjakaan kaki di UGM. Wah, ternyata udah dua tahun di UGM dan aku belum nemu seseorang yang bisa ngerebut hatiku, eeeyyyaaahh, #oposih, SKIP !



Menurut informasi, ada 19 anak yang keterima di Sasindo. Tapi, kemarin yang baru 'kejaring' ada 17, nah lho yang dua kemana? Semoga mereka bisa tertemukan nantinya. Jadi, ceritanya kemarin ada kumpul santai di bawah pohon di GSP barat. Dengan bermandikan cahaya matahari, kami saling memperkenalkan diri dan bercengkrama. Dari 17 teman-teman baru di Sasindo, hanya 3 (atau 4 yaa) yang berjenis kelamin laki-laki. Wisyah, Sasindo selalu didominasi cewek nih. Apa ini dampak sastra wangi? Hahahaha, |bisa jadi| |tidak| |iya|


Terlontar pertanyaan dari salah satu dari kami, sasindo'ers tua 2012, "mengapa masuk Sasindo?"
Pertanyaan klasik, bukan? Jawabannya macem-macem. Yang paling ngena itu dari si cowok (nggak tau namanya) yang intinya dia itu pengen ikut bangga jadi keluarga Sastra Indonesia, nggak bangga sama yang lain-lain sebelum bangga dengan kepunyaan sendiri. Prok prok prok !!!

Yaeyalah harus bangga, secara UKT (uang kuliah tunggal) di Saindo itu paling mahal di antara jurusan-jurusan di FIB UGM. Kalau disejajarin itu 11-12 sama Kedokteran. Coy, kedokteran coy! Yaeyalah, kita kan calon dokter pembedah karya sastra, bahasa, dan budaya! Aseek!
Nominalnya perlu disebutin ngga? Cari aja sendiri yaa, :)

Begitu kamu masuk Sasindo, waasssek. Gak bakal pengen keluar dari Sasindo. Terbukti nih, temen2ku yang emang pilihan pertamanya bukan Sasindo masih betah dan tambah betah di Sasindo. Hehehe.
Dan lagi, Sastra Indonesia FIB UGM itu satu keluarga. Satu hati. Satu cinta. Satu suara. JAYA! #ini kayak apaan ya?

Oh ya, bangga lagi karena tadi malam drama bisunya keren buanget bro! Nyesel yang gak nonton. Meskipun diadakan di minggu tenang (ini pun karena insidental), jumlah penonton nggak kurang dari 100 orang (kalau nggak salah ngitung). Drama bisu yang diangkat dari cerpen "Pelajaran Mengarang" karya Seno Gumira Ajidarma ini benar-benar membisukan penonton. Bahkan saat drama diakhiri dengan teriakan penonton yang membaca "Ibuku seorang pelacur!" penonton masih terbisu saking takjubnya. Sumpah, nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Nggak percuma teman-teman yang latihan, yang cari onsumsi, yang angkat-angkat, yang lari-lari, yang naik turun tangga buwad cari Pak Purw***, yang malam2 cari angkringan, yang semuanya deh.

Tunggu aja lah kebisuan-kebisuan kalian yang lain saat SASINDO menunjukkan aksinya. #Road to Bulan Bahasa 2013.
Udah, nggak usah kemana-mana. Sasindo ajah. Keluarga ini akan menyambut kalian dan semakin membuat kalian bangga, wahai! Nggak usah lirik kemana-mana kalau belum bisa bangga punya Sastra Indonesia!
JAYA! :)

Menuju UAS semester genap, doakan ya semuaaachh.... :*